Gejala dan kebiasaan menggunakan komputer untuk berkomunikasi biasa disebut CMC alias computer mediated communication (komunikasi yang diperantarai oleh komputer). Termasuk dalam CMC adalah kebiasaan menggunakan Internet, seperti mengirim e-mail, chatting, menjadi anggota mailing list, browsing, googling, dan sebagainya.
Penelitian tentang perilaku manusia dalam CMC pun belakangan marak, terutama yang ingin menyelidiki pengaruh teknologi terhadap hubungan antar manusia dan persepsi seseorang terhadap orang lainnya. Penelitian-penelitian ini menjawab rasa penasaran tentang perbedaan antara CMC dan komunikasi tanpa perantara (face to face). Aspek yang menjadi fokus penelitian semacam ini adalah interaksi sosial antar manusia.
Konsentrasi pada interaksi sosial menyebabkan penelitian-penelitian tersebut lebih banyak menekankan aspek pertukaran informasi (information exchange), dan dengan demikian lebih banyak dianggap sebagai studi tentang komunikasi.
Apakah dalam interaksi melalui CMC tidak ada perilaku yang secara khusus berkaitan dengan penemuan dan pencarian informasi (information seeking and searching)? Nah, pertanyaan inilah yang antara lain coba dijawab oleh Ramirez dan kawan-kawan (2002). Penelitian mereka dapat dijadikan salah satu contoh penelitian bidang ilmu perpustakaan dan informasi.
Sebelum menukik ke permasalahan spesifik tentang perilaku mencari dan menemukan informasi, Ramirez dan kawan-kawan menerima terlebih dahulu asumsi dasar tentang CMC, yaitu sebuah situasi komunikasi yang mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat komunikasi dengannya. Ini biasa disebut dengan kondisi “reduced cues“.
Maksudnya, dalam komunikasi di Internet, terutama jika menggunakan teks (e-mail, chat tanpa web-cam, dan mailing list), seseorang tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal semacam itu. Dalam kondisi komunikasi yang minim tanda-tanda personal tentang orang lain, maka seseorang terpaksa mengandalkan kemampuan kognitifnya sendiri, dan lebih berkonsentrasi kepada dirinya sendiri.
Pada saat yang sama, seseorang yang terlibat dalam komunikasi lewat Internet juga terdorong untuk selalu mencari sebanyak mungkin indikasi tentang orang lain yang diajaknya berkomunikasi. Setidaknya, ia akan berusaha mengetahui, dari kelompok sosial manakah orang lain yang berkomunikasi dengannya itu. Di ruang chat, seringkali seseorang menghabiskan banyak waktu untuk memastikan siapa gerangan “lawan chat”-nya dengan bertanya tentang usia, lokasi, jenis kelamin, apakah sudah bekerja, hobbinya apa, dan sebagainya.
Jadi, di tengah keterbatasan tanda-tanda personal, seseorang yang terlibat CMC akan mengandalkan tanda-tanda sosial. Ramirez dan kawan-kawan melihat peluang penelitian di keadaan komunikasi seperti ini. Mereka bertanya: bagaimana perilaku manusia ketika mereka berupaya memperoleh informasi tentang manusia lain?
Asumsi mereka, jika seseorang ingin memperoleh informasi tentang lawan bicaranya, ia akan berupaya mendapatkan informasi tersebut. Pada dasarnya, ini disebut sebagai upaya menemukan informasi (information seeking) yang akan diwujudkan dalam bentuk tindak-tanduk mencari informasi (information searching). Dengan asumsi ini, Ramirez dan kawan-kawan mempersempit fokus penelitian CMC yang berkategori penelitian komunikasi, ke penelitian perilaku informasi yang lebih dekat ke ilmu perpustakaan dan informasi.
Walau demikian, Ramirez dan kawan-kawan juga tidak mengganggap bahwa upaya mencari dan menemukan informasi merupakan tujuan akhir seseorang. Biar bagaimana pun, upaya mencari dan menemukan informasi berkaitan dengan tujuan yang lebih luas, seperti tujuan sosial (misalnya untuk pergaulan), emosional (misalnya untuk menghibur diri), dan instrumental (misalnya untuk menyelesaikan sebuah tugas). Hal ini tak ada bedanya, dalam situasi CMC maupun situasi komunikasi lainnya.
Sebagaimana halnya di segala bentuk komunikasi, Ramirez dan kawan-kawan juga melihat bahwa seseorang akan mengunakan beberapa strategi umum untuk mencari dan menemukan informasi. Tiga di antara strategi itu terjadi di segala bentuk komunikasi, yakni:
- Strategi interaktif, yakni strategi yang digunakan dalam interaksi dengan target komunikasi, untuk sebanyak mungkin memperoleh ciri-ciri dari pihak yang diajak berkomunikasi. Strategi ini dapat mengandung berbagai taktik, mulai dari “interogasi” secara halus, memancing pihak lain mengungkapkan diri dengan terlebih dahulu mengungkapkan diri sendiri, atau menjadikan suasana komunikasi serileks mungkin agar pihak lain secara sukarela mengungkapkan jatidirinya. Dalam CMC, strategi ini menjadi amat penting karena keterbatan dalam tanda-tanda sosial pihak lawan bicara.
- Strategi aktif, yakni strategi memperoleh ciri-ciri pihak lain, tanpa harus secara langsung melakukan kontak atau interaksi dengan yang bersangkutan. Biasanya, orang akan menggunakan sumber-sumber informasi tentang kelompok sosial, dengan asumsi bahwa yang bersangkutan adalah anggota kelompok tersebut. Atau, seseorang dapat mengontak orang-orang lain di sekitar target komunikasi. Menjadi anggota sebuah mailing list seringkali adalah bagian dari strategi untuk memahami kira-kira seperti apa atribut sosial orang yang menjadi target komunikasi, tentu dengan asumsi bahwa target tersebut juga adalah anggota mailing list.
- Strategi pasif, yakni strategi untuk secara diam-diam atau tak kentara (unobtrusive) mengamati target komunikasi dan mengumpulkan ciri-cirinya. Tentu saja, hal ini lebih mungkin dilakukan di dalam komunikasi tak bermedia. Dalam CMC, kegiatan mengamati target komunikasi ini terjadi ketika seseorang menerima CC (carbon copy) dari sebuah e-mail. Dengan menerima CC, ia sebenarnya berposisi sebagai “pengamat” dari komunikasi yang terjadi antara si pengirim e-mail dan orang yang dikirimi e-mail (yang ada pada kolom TO atau KEPADA). Demikian pula jika ia menerima forward e-mail. Ia mengamati “lalu lintas” percakapan antar pihak-pihak yang berada di kolom FROM dan TO.
Ramirez dan kawan-kawan menyatakan bahwa ketiga strategi di atas terjadi di semua situasi komunikasi, dan merupakan strategi dasar pula bagi kegiatan pencarian dan penemuan informasi dalam konteks CMC. Namun dalam situasi CMC, ada satu strategi yang sifatnya agak spesifik, yaitu strategi ekstraktif. Contohnya adalah ketika seseorang mengumpulkan berbagai posting di sebuah mailing list untuk membaca-baca isinya, dan menarik kesimpulan dari apa yang dibacanya. Kegiatan ini mungkin didahului oleh tindakan mencari berdasarkan topik tertentu, terutama jika mailing list tersebut memiliki fasilitas SEARCH.
Memang akan menarik sekali untuk mengamati bagaimana CMC mengubah perilaku manusia dalam berkomunikasi. Saat ini, ketika e-learning dan e-research sedang populer dibicarakan, pastilah amat relevan jika kita meneliti bagaimana murid, mahasiswa, guru, dan para peneliti menggunakan e-mail, mailing list, atau bahkan chat untuk kegiatan belajar dan mengajar. Apalagi kalau kita menyadari, teknologi-teknologi ini mungkin juga menyebabkan perbedaan perilaku antar generasi. Menarik sekali, misalnya, untuk meneliti: apakah guru dan murid berperilaku sama dalam menggunakan e-mail untuk mencari informasi tentang pengetahuan tertentu? Apakah perbedaan ini akan mempengaruhi hubungan guru dan murid dalam soal mempelajari suatu ilmu?
Bacaan:
Ramirez, A., et.al. “Information seeking strategy, uncertainty, and computer mediated communication” dalam Human Communication Research, vol 28 no. 2, hal. 213-228.