Ilmu Perpustakaan & Informasi

diskusi dan ulasan ringkas

Jejak Langkah

Dengan mohon maaf kepada Almarhum Pramudya Ananta Toer, judul halaman ini selengkapnya adalah “Jejak Langkah Penelitian”, dan akan saya isi -secara bertahap- dengan ulasan ringkas tentang langkah-langkah yang dilalui sebuah proses penelitian pada umumnya. Secara spesifik, halaman ini ditujukan kepada para mahasiswa sarjana maupun pasca sarjana untuk membantu mereka menata pikiran dan rencana ketika sedang terkejar-kejar kewajiban membuat skripsi atau tesis di kampus. Semoga ada gunanya!

Jumat 18 April 2008

1. Tetapkan Pikiran (dan Hati)

Kita hendak melakukan penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi, maka wajar dan masuk akal banget kalau kita memulainya dengan kepastian bahwa penelitian kita memang tentang ilmu itu. Cara terbaik untuk memastikan hal ini adalah dengan membaca sebanyak mungkin definisi tentang ilmu ini. Misalnya, dengan mengklik kategori ‘definisi’ di blog ini. Saat tulisan ini dibuat, memang baru ada beberapa definisi tentang ilmu, tetapi mudah-mudahan akan semakin banyak. Jangan pula enggan untuk browsing di Internet dan membaca sebanyak mungkin buku tentang ilmu ini. Kalau Anda baru mulai membaca sekarang, memang agak terlambat, ya.. 🙂 tetapi bagusan terlambat daripada enggak sama sekali.

Definisi tentang ilmu dapat memberi gambaran tentang dua hal penting: APA yang dapat diteliti, dan BAGAIMANA menelitinya. Secara keren bisa dipakai istilah ontologi (apa) dan epistemologi (bagaimana), tapi kadang lebih enak pakai istilah umum saja, walau nggak keren :-).

Sebagai sekadar contoh, kita kutip definisi Vickery & Vickery yang mengatakan bahwa Ilmu Perpustakaan dan Informasi antara lain mempelajari: “Penggunaan teknologi, terutama teknologi komputer dan telekomunikasi, dalam pengelolaan informasi.”

Pernyataan pendek itu cukup memberikan petunjuk bahwa ‘teknologi untuk pengelolaan informasi‘ adalah APA-nya Ilmu Perpustakaan dan Informasi menurut Vickery & Vickery. APA ini dapat dijadikan bahan penelitian. Lebih jauh lagi, Vickery & Vickery juga menyatakan bahwa pengelolaan informasi itu terutama menyangkut fenomena ‘transfer (perpindahan) dokumen‘.

APA di atas perlu lebih dikembangkan. Perhatikan kata ‘fenomena’. Apakah yang kita maksud dengan ‘fenomena’ di sini? Coba buka kamus, dan kira-kira kita dapat definisi ini:

  1. An occurrence, circumstance, or fact that is perceptible by the senses.
  2. pl. -nons.
    1. An unusual, significant, or unaccountable fact or occurrence; a marvel.
    2. A remarkable or outstanding person; a paragon.
  3. Philosophy. In the philosophy of Kant, an object as it is perceived by the senses, as opposed to a noumenon.
  4. Physics. An observable event.

Pengertian nomor 1, 3, dan 4 bisa kita gunakan. Fenomena adalah kejadian, keadaan, atau fakta yang dapat diterima indera. Jadi, APA yang dapat kita teliti sekarang menjadi lebih jelas, yaitu:

Kejadian, keadaan, atau fakta pengelolaan perpindahan dokumen yang menggunakan teknologi informasi

Lumayan, kan, udah punya TOPIK umum 🙂 Coba terus kembangkan, utak-atik, tarik-ulur kata-kata yang ada di kalimat tebal warna biru di atas. Apa yang akan kita maksud dengan pengelolaan -apa bisa kita pakai kata ‘manajemen’? Apa yang dimaksud dokumen di kalimat itu? Bagaimana dengan perpindahan -pindah dari mana ke mana? Dan bagaimana dengan kata yang ‘hebat’ itu: teknologi informasi – apa pula ini?

2. Kreatif, dong!

Seorang peneliti – walaupun ia tergolong ‘peneliti dadakan’ atau ‘terpaksa jadi peneliti’ 🙂 – memerlukan kreativitas. Seorang peneliti Ilmu Perpustakaan dan Informasi pertama-tama memang perlu mengenal ilmunya sendiri, seperti contoh di atas, untuk mengetahui fenomena yang patut jadi APA yang dapat diteliti. Setelah mengenal ilmunya, seorang peneliti perlu kreatif menggunakan pemahamannya.

Bagaimana menjadi kreatif? Apakah dengan duduk melamun di bawah pohon rindang? Atau masuk ke gua dan bersemadi di sana?

Kreativitas tidak sama dengan melamun! Kreativitas dapat muncul dari kehidupan sehari-hari di bidang yang sedang kita tekuni. Kalau kita mau meneliti Ilmu Perpustakaan dan Informasi, maka kita harus ‘masuk’ atau ‘terjun’ ke dalamnya. Lihatlah sekeliling, apakah ada kejadian, fakta, huru-hara (becanda!) yang berkaitan dengan ‘pengelolaan perpindahan dokumen yang menggunakan teknologi informasi‘? Lihat kantor, perusahaan, toko, rumah tangga, kampus, warung, kelurahan, pangkalan ojek… Lihat baik-baik, simak baik-baik, pasang mata, pasang telinga. Itulah tandanya orang yang kreatif!

Kreativitas ini juga sangat membumi, sebab berdasarkan pengamatan tentang keadaan sesungguhnya. Secara formal-prosedural, pengamatan ini dikenal dengan istilah ‘pengamatan pendahuluan’ atau ‘prelimenary research‘. Pengamatan ini juga akan membantu kita menghubungkan ‘ide’ atau ‘teori’ (misalnya dalam bentuk definisi dari Vickery & Vickery itu) dengan kenyataan di kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, setelah mengamati sebuah kantor kelurahan, kita menemukan topik ini: Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel dalam rangka pelayanan KTP melalui Internet. Semua unsur dalam definisi Vickery & Vickery terpenuhi. Ada soal pengelolaan, ada soal dokumen, ada soal perpindahan (atau transaksi) antara petugas kelurahan dan penduduk, serta ada teknologi informasi (melalui Internet).

Nah,.. ini namanya kreatif! Kalau kelurahannya ada di sebelah rumah, itu namanya strategis! Biaya murah, penelitian selesai, sarjana bisa diraih, habis itu bisa melamar atau dilamar untuk kawin! Siip.. lah 🙂

Tetapi jangan buru-buru dulu, karena kita harus menggunakan rumus K2P2 (ka-dua, pe-dua). Apaan, tuh? Kenali Konteks, Pahami Persoalan.

Apaan, tuh? Tunggu tulisan berikutnya 🙂

Sabtu, 19 April 2008

3. Kenali Konteks, Pahami Persoalan

Apa, sih, ‘konteks’ itu?

Sebagai sebuah kata, konteks datang dari bahasa Latin contextus atau contexere (bentuk lampau), dan bermakna ‘menyatukan’ atau ‘menjalin’. Kata ini berkaitan erat dengan kata ‘teks’ yang juga berarti serupa, yaitu ‘menjalin’. (lihat http://www.answers.com/topic/context?cat=technology)

Apa hubungannya ‘konteks’ dengan penelitian?

Di atas kita sudah menyatakan, seorang peneliti harus kreatif sekaligus membumi (lawan dari mengawang-awang) dengan melakukan kegiatan penelitian awal (preliminary research). Ketika melakukan pengamatan inilah sebenarnya seorang peneliti juga sedang mengamati konteks. Ia harus mau (dan mampu) melihat fenomena yang sedang diamatinya sebagai suatu jalinan dan kesatuan dari berbagai hal.

Seandainya ia sedang mengamati fenomena ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel dalam rangka pelayanan KTP melalui Internet‘, maka ia harus juga mengamati segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan fenomena tersebut.

Tetapi, banyak banget hal yang berkaitan dengan sebuah fenomena. Apa semuanya harus diperhatikan? Bisa jontor, dong…

Untuk membatasi hal-hal yang perlu kita perhatikan sebagai sebuah konteks, seorang peneliti dapat kembali membuka-buka catatannya tentang ilmu yang ia pelajari. Sebagai seorang peneliti Ilmu Perpustakaan & Informasi, maka ia pun dapat menggunakan petunjuk dari ilmunya sebagai bekal dalam mengamati sebuah konteks.

Mari lacak-balik (trace back) langkah yang sudah kita jalani. Kita sudah memutuskan bahwa fenomena ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel’ adalah fenomena yang patut diteliti. Fenomena ini kita sesuaikan dengan pendapat Vickery & Vickery tentang Ilmu Perpustakaan.

+> Berarti, fenomena ini dapat dilihat sebagai fenomena kepustakawanan.

+> Berarti, fenomena ini juga dapat dilihat sebagai institusi sosial dan praktik teknologi (tentang hal ini, silakan baca di halaman ‘Kepustakawanan‘ di blog ini).

+> Berarti, ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel’ adalah institusi sosial dan praktik teknologi.

Berarti: Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel akan mengandung unsur-unsur berikut ini:
> Aktor
> Struktur
> Teknologi ‘sempit’
> Pemanfaatan (praktik) teknologi

Sekarang, kita urai satu persatu masing-masing unsur di atas:

  • Aktor : petugas kelurahan, penduduk sekitar yang berurusan dengan kelurahan, pak/bu lurah, pak/bu camat
  • Struktur kita bagi lagi:
    • Norma dan nilai : segala kesepakatan tentang cara bertindak-tanduk penduduk di kelurahan itu, khususnya yang berkaitan dengan urusan kependudukan
    • Aturan : segala prosedur yang berlaku dalam urusan kependudukan, termasuk ‘aturan main’, tata tertib, undang-undang, peraturan administrasi, dan sebagainya.
    • Fasilitas : segala kelengkapan di kelurahan itu yang digunakan oleh petugas, pak/bu lurah, penduduk. Gedung, peralatan kantor, suasana kantor, akses ke kelurahan, sarana telepon, prasarana pendukung (telepon, kan, perlu kabel dan sebagainya), adalah bagian dari ‘fasilitas’ ini.
  • Teknologi ‘sempit’: dokumen kependudukan adalah teknologi. Kalau dokumen itu berupa kertas, maka digunakan teknologi tulisan/cetak. Kalau dokumen itu berupa digital, maka digunakan teknologi komputer. Teknologi-teknologi tersebut adalah teknologi dalam arti sempit.
  • Pemanfaatan teknologi: kegiatan yang dilakukan para aktor (petugas, penduduk) menggunakan dokumen yang dimaksud. Kalau dokumennya menggunakan teknologi tulisan/cetak, pasti kegiatan yang dilakukan para aktor itu berbeda dibandingkan kalau dokumennya menggunakan teknologi komputer. Segala sesuatu kegiatan atau tindakan menggunakan teknologi itu dapat disebut sebagai ‘praktik teknologi’ (technology practice).

Nah,.. sekarang dapat kita lihat bahwa konteks dari fenomena ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel’ sudah lebih terbatas, walau masih tetap banyak! (dan masih bisa bikin kita jontor juga.. he he he). Tetapi setidaknya, kita sudah tahu bahwa hal-hal lain di luar daftar di atas tidak perlu diamati. Kita tidak perlu mengamati, apakah pak/bu lurah punya anak yang cantik atau ganteng. Kita tidak perlu mengamati, apakah pegawai kelurahan sudah berpakaian dengan rapi dan necis. Itu namanya nggak nyambung alias tulalit.

Sambil memperhatikan semua konteks di atas dengan seksama, maka seorang peneliti sebenarnya juga melakukan kegiatan penting berikutnya, yaitu memahami persoalan. Sambil mengamati cara kerja petugas kelurahan dan interaksi mereka dengan penduduk, sambil membaca-baca peraturan kependudukan yang ada di kelurahan itu, sambil melihat-lihat dokumen (kertas atau digital) di kelurahan itu, sambil ngobrol dengan pak/bu lurah… sambil melakukan semua itu, seorang peneliti membangun pemahamannya tentang persoalan-persoalan yang terjadi di kantor kelurahan.

Dari berbagai persoalan yang muncul ketika seorang mengamati konteks sebuah fenomena, maka mungkin lahir pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Mungkin akan muncul pertanyaan: Mengapa urusan kependudukan di Kelurahan Segopecel selalu memakan waktu lebih dari satu hari? Mengapa para penduduk yang mengurus KTP kelihatan murung? Mengapa pak/bu lurah galak banget? Mengapa penduduk jalan kaki ke kelurahan, padahal urusan bisa dilakukan lewat Internet?

Pertanyaan ‘mengapa’ ini amat penting dalam setiap penelitian, dan kalau Anda ingin menjadi peneliti -baik peneliti dadakan maupun ‘terpaksa jadi peneliti’ 🙂 -maka sebaiknya Anda punya pertanyaan di benak Anda. Seorang peneliti yang tidak punya pertanyaan, namanya Sok Tau 🙂 dan nggak pantes jadi peneliti. Mendingan jadi pak/bu lurah aja deh.. he he he..

Pertanyaan-pertanyaan ‘mengapa begini, mengapa begitu’ di atas harus dihimpun dan disusun secara sistematik menjadi apa yang sering disebut Masalah Pokok Penelitian. Tentang hal ini, kita lanjutkan nanti, yaa…

Jumat, 25 April 2008

4. Masalah Pokok Penelitian

Sekarang kita sampai pada sebuah titik penting dalam perjalanan menyusun rencana penelitian, yaitu penetapan masalah pokok penelitian. Sebelum membahasnya, mari refleksi sejenak.

Dari jejak-jejak yang kita telah lalui di atas, muncul beberapa istilah yang saling berkaitan. Mari kita periksa, apa saja istilah itu, dan bagaimana saling keterkaitannya:

  • Ilmu –> definisi –> lingkup kajian. Setiap ilmu berupaya menetapkan batas disiplinnya, sekalipun ilmu itu interdisipliner (lihat pembahasan tentang interdisiplin di blog ini). Jejak langkah pertama dalam penelitian ilmiah, tentu saja adalah dengan memahami lingkup kajiannya. Artinya, harus banyak baca tentang ilmu dengan rajin-rajin ke perpustakaan. Wajar, lah..
  • topik <–> realita. Pemahaman tentang lingkup kajian menghasilkan gambaran tentang topik umum, atau sebuah ide, pemikiran, gambaran di kepala. Supaya jangan hanya berupa ide mengawang-awang, maka setiap peneliti harus ‘membenturkan’ ide dengan realita. Itu sebabnya ada tanda panah dua arah topik <–> realita.
  • ( topik <–> realita ) –> kreatif melihat persoalan. Jika kita rajin bulak-balik dari ide (pikiran) ke realita (kenyataan yang kita alami) dan sebaliknya, maka mudah-mudahan muncul kreativitas. Mulai muncul kejernihan tentang apa sesungguhnya yang ingin kita teliti.
  • Pengamatan pendahuluan –> konteks + permasalahan. Jika kita kreatif melihat persoalan, maka hampir dipastikan kita akan lebih terfokus mengamati sebuah fenomena, dan dari pengamatan yang kreatif ini kita akan mulai melihat konteks dan permasalahan. Semakin jernih, semakin terang, semakin nyalang… gemilang 🙂 . Tetapi -hati-hati- seringkali justru kejernihan ini melahirkan semangat berlebihan untuk meneliti sebanyak mungkin, berbagai hal, seluas-luasnya. Ini sering dialami peneliti pendahulu dan akhirnya justru menimbulkan frustrasi,.. merasa tersesat… lost … bingung… pusing… nangis… murung.. (dramatisasi! he he he).
  • (konteks + permasalahan) <– lingkup kajian <– definisi <– ilmu. Hasil pengamatan pendahuluan yang cenderung banyak, besar, luas (ini kalau kita kreatif mengamatinya!) harus kita ‘kurung’ (bracket) dengan ‘membenturkannya’ kembali dengan lingkup dan definisi dari ilmu kita. Nah, sekarang kita dapat melihat bahwa ada sebuah lingkaran kait-mengait secara bulat, mulai dari ilmu sampai konteks dan lalu balik lagi ke ilmu. Terjadilah semacam ‘kebulatan tekad’ 🙂

Dalam bentuk diagram, maka tampak seperti ini:

Jika lingkaran ini terus kita jalani berkali-kali, maka terjadilan semacam ‘kristalisasi’ pikiran, dan setelah itu mulailah muncul pertanyaan-pertanyaan di dalam diri kita, dan akhirnya keseluruhan proses ini semakin lama semakin menyempit ke ‘pokok persoalan’. Inilah yang dapat kita namakan Masalah Pokok Penelitian.

Dalam contoh di atas, setelah melakukan pengamatan secara seksama, kita mungkin mulai bertanya-tanya:

  1. Mengapa urusan kependudukan di Kelurahan Segopecel selalu memakan waktu lebih dari satu hari?
  2. Mengapa para penduduk yang mengurus KTP kelihatan murung?
  3. Mengapa pak/bu lurah galak banget?
  4. Mengapa penduduk jalan kaki ke kelurahan, padahal urusan bisa dilakukan lewat Internet?

Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin lalu bisa mengerucut menjadi dua pertanyaan saja:

  1. Mengapa urusan kependudukan di Kelurahan Segopecel cenderung lambat?
  2. Mengapa teknologi Internet tidak mempercepat urusan itu?

Kedua pertanyaan di atas mengandung dua isyu. Pertama, kita heran mengapa ada kelambatan? Berarti ada hambatan. Kedua, kita sebenarnya berharap bahwa Internet mempercepat urusan. Berarti ada potensi. Nah, sekarang kita gabung pertanyaan-pertanyaan itu dengan topik awal ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel dalam rangka pelayanan KTP melalui Internet‘, maka jadilah sebuah masalah pokok:

‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel dalam rangka pelayanan KTP melalui Internet : antara kendala dan potensi penggunaan teknologi’

Voilaaa.. kita sudah punya topik, judul, dan permasalahan pokok yang dapat dicerminkan dalam satu kalimat. Congratulation, you now have a problem 🙂

Dan memang demikianlah adanya, kita sekarang justru PUNYA PROBLEM, punya masalah, dan punya persoalan! Sejak inilah kita MEMULAI penelitian ilmiah yang akan melibatkan teori dan metode serta prosedur formal. Dengan kata lain, sekarang lah saatnya kita menyiapkan proposal penelitian, bertemu dengan pembimbing, dan berdiskusi dengan banyak orang tentang perosalan kita.

Jalan masih panjang, ternyata… 🙂 tetapi kita sudah melangkah, dan tidak ada orang yang berjalan kalau dia tidak melangkah!

Minggu, 27 April 2008

5. Kerangka (bukan Kerangkeng) Pikiran

Dari jejak 1 sampai 4 di atas kita sudah menegaskan betapa penting untuk selalu bulak-balik antara teori dan realita, antara pikiran dan pengalaman nyata. Ketika kita sampai pada Masalah Pokok di atas, maka itu adalah hasil dari pergerakan yang amat dinamis tersebut. Sewaktu kita akhirnya memutuskan untuk meneliti dalam bentuk kalimat ‘Pengelolaan dokumen kependudukan di Kelurahan Segopecel dalam rangka pelayanan KTP melalui Internet : antara kendala dan potensi penggunaan teknologi’, maka ‘isi’ dari kalimat itu adalah sekaligus pikiran dan kenyataan. Terlebih lagi, kalimat tersebut menyatakan persoalan yang sedang kita ingin selesaikan.

Semua penelitian bertujuan ‘menyelesaikan’ sesuatu dengan cara-cara ilmiah. Pada tahap ke-5 ini, seorang peneliti bermaksud menjelaskan apa yang ada di dalam pikirannya untuk mengatasi persoalan yang ia ajukan sebagai masalah pokok. Pikiran seorang ilmuan ini harus dapat dibaca dengan jelas oleh orang lain. Inilah salah satu karakteristik penelitian ilmiah, yaitu: terbuka kepada pembacaan oleh orang lain, terbuka pula untuk persetujuan maupun penentangan. Selain itu, kerangka pikiran seorang peneliti SELALU dipengaruhi oleh pikiran-pikiran peneliti lain.

Di sinilah kita mengartikan ‘teori’ sebagai serangkaian pemikiran -baik pemikiran kita sendiri, maupun pemikiran orang lain. Untuk pembahasan tentang apa yang dimaksud ‘teori’, silakan baca pengerian teori di blog ini.

Sebenarnya, sejak langkah 1 sampai 4, kita sudah berurusan dengan teori, tetapi di langkah ke-5 ini urusan teori itu benar-benar ditegaskan dan dikhususkan. Hal pertama yang harus kita lakukan di dalam langkah ke-5 ini adalah mengenali semua unsur yang berkaitan dengan pemikiran dan/atau teori, yaitu:

  • Istilah khusus dan arti/maknanya
  • Konsep utama maupun konsep-konsep turunan
  • Keterkaitan antar konsep dan logika di balik keterkaitan itu
  • Rumus atau formula (jika ada)

Seringkali, sebelum kita repot-repot mencari teori orang lain, kita perlu membuat kerangka pikiran kita sendiri dahulu. Ini sering dilupakan peneliti, dan kalau kita tidak punya kerangka pikir pribadi, tentu saja orang lain (misalnya, pembimbing kita!) juga sulit menangkap apa yang kita maksud, bukan?

Misalnya, kalau kita gunakan contoh masalah pokok imajiner di atas, maka mungkin kita dapat membuat tabel sementara seperti ini:

Istilah khusus Konsep utama Keterkaitan Rumus/formula
Dokumen

Pengelolaan dokumen

Dokumen kependudukan

Internet

Pengelolaan dokumen:

  • Penyimpanan dokumen
  • Pengolahan dokumen
  • Penyediaan dokumen
  • Temu kembali dokumen

Kendala teknologi

Potensi teknologi

Penggunaan teknologi dalam layanan pemerintahan

Pengelolaan dokumen berkaitan dengan cara kerja pegawai kelurahan.

Teknologi pengolahan dokumen berkaitan dengan dana pengadaan peralatan.

Kemampuan pegawai kelurahan menggunakan teknologi berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman

Penggunaan teknologi oleh masyarakat berkaitan dengan kemudahan penggunaan

Jika potensi teknologi tidak terwujud, maka penggunaannya akan berkurang.

Hubungan pegawai kelurahan dengan masyarakat akan menentukan kepopuleran teknologi yang digunakan.

Perhatikanlah bahwa semua yang kita tulis di atas sangat ditentukan oleh pengetahuan kita sebelumnya, yang mungkin saja belum dapat disebut ‘teori;. Penting untuk kita sadari, bahwa semua peneliti harus berani mengungkapkan pemikirannya, tanpa harus menunggu dahulu apakah ada teori atau tidak. Kebanyakan peneliti pendahulu, kurang berani mengungkapkan pemikirannya sendiri. Ini bisa dimaklumi. Orang Betawi mengatakan, “Elo rada-rada keder, yee..

Apa gunanya ‘kerangka pikir pribadi’ di dalam tabel di atas?

Kita dapat menggunakan kerangka itu untuk mulai mencari teori yang cocok. Perhatikanlah bahwa setiap kata di tabel di atas dapat digunakan untuk mencari teori pendukung. Jadi, sekarang kita bisa mulai ‘berburu’ teori, misalnya dengan menggunakan kata-kata kunci berikut ini:

  • Dokumen (document)
  • Dokumen di Internet
  • Pengelolaan dokumen (document management)
  • Kendala dan potensi teknologi (constraint and potential of technology)
  • Kemudahan teknologi (usability)
  • Teknologi di pemerintahan (e-government).

Jika kita beruntung punya kenalan pustakawan yang jago penelusuran,  kita  tinggal membawa daftar di  atas ke mejanya , dan sambil tersenyum manis mengatakan “Bantuin kita, dong..”

Di dalam pembuatan skripsi atau perencanaan penelitian, semua yang kita bicarakan inilah yang dapat disebut Kerangka Pemikiran atau Kerangka Teori. Sekali lagi, kuncinya adalah pada cara kita melihat fungsi Kerangka Pemikiran atau Kerangka Teori. Kalau sejak awal kita sudah dihinggapi ketakutan untuk memikirkan topik yang kita akan teliti, maka kita akhirnya akan sangat bergantung kepada teori yang ada (tetapi belum tentu cocok!) dan dengan demikian kita justru menciptakan Kerangkeng Teori.

Proses pembuatan kerangka teori harus dimulai dengan membuat Kerangka Pemikiran Pribadi dulu, yang tidak harus selalu merujuk ke sebuah teori resmi. Tanpa kerangka pribadi ini, sulit sekali membuat Kerangka Teori.

15 Tanggapan to “Jejak Langkah”

  1. prita said

    hmm,bacaan yg mestinya berat pun bisa dibaca dgn nuansa yg segar…sy yakin byk gunanya ne pak…sering bgd tuh temen2 IIP kebingungan..ato g IIP aj kali y?!hehe..

  2. nina said

    pak putu,
    Wah.. asik banget kupasan ttg penelitiannya. Bukan kupasan mangga lo…
    Saya yakin ini membantu sekali rekan-rekan yang mau memulai meneliti.
    Kayak e mudah ya melakukan penelitian. Biar bener2 mudah.. dilanjutin pak bahasan nya.. eh,kupasannya.
    Makasih..

  3. pak putu ikut ngelink ya 🙂 salam kenal dari alumni IPI UIN Sunan Kalijaga YK

  4. putubuku said

    Kang Budhi, monggooo… 🙂

  5. murad said

    Pertama, saya ucapkan terima kasih buat pak putu atas tulisannya yang membuat pikiran saya terbuka lagi. kedua , suatu yang tak disengaja, dimana pada bulan ini saya sedang mengerjakan skripsi, namun karena kebanyakan ide, jadi bingung memilih harus yang mana aku pilih. karena semua ide inginnya saya bahas.Akan tetapi, apalah daya terpaksa harusa memilih salah satu juga deh. ketiga, pak putu di kampus universitas padjajadan itu, untuk jurusan ilmu informasi dan perpustakaannya, melarang mengambil tema skripsi tentang rancang bangun yang berkaitan dengan database/datacenter untuk keperluan kepustakawanan. alasannya dikarenakan sudah banyak yang mengambil tentang tema tersebut. Namun, saya berasumsi bukanlah itu yang menjadi alasan utamanya, menurut saya mungkin karena dosen di jurusan saya masih belum ada yang khusus menguasai tentang teknologi informasi secara mendalam alias yang berbau komputer (baik software maupun hardware). nah, menurut saya sikap dosen tersebut merupakan sebuah sikap yang dapat mematikan kreativitas mahasiswanya?Kalau menurut pak bagaimana?

    terima kasih

  6. putubuku said

    @ Murad, saya tidak tahu persis apa kebijakan di Unpad, jadi tidak bisa komentar tentang kebijakan itu. Pernah juga dalam sebuah diskusi, isyu ini muncul. Apakah mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan dan informasi boleh membuat database? Menurut saya, MEMBUAT (termasuk mendisain, tentunya) tidak termasuk dalam PENELITIAN. Sama dengan menulis novel di jurusan bahasa/sastra, menurut saya bukan meneliti. Tetapi, kalau setelah membuat database Anda lalu meneliti kinerja temu-kembalinya, maka itu namanya meneliti. Menurut saya, skripsi di jurusan ilmu perpustakaan dan informasi seharusnya mencerminkan ilmu yang bersangkutan, dan kalau melakukan penelitian di bidang ini maka sebaiknya juga menjalankan metode penelitian yang dianjurkan.

    Mudah-mudahan ini menjawab pertanyaan Anda.

  7. murad said

    Assalamu’alaikum Wr. Wb

    Pak putu selamat hari raya idul fitri 1429 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

    Pak putu, mohon bantuan dan pencerahan untuk saya tentang grounded research dan studi kasus.
    apakah grounded research hanya khusus untuk S2 (tesis)?

    terima kasih

  8. putubuku said

    @Murad, setahu saya Grounded Research atau Grounded Theory bukanlah metode khusus untuk thesis S2 atau disertasi S3. Tingkat sarjana pun dapat menggunakannya. Hanya saja dari segi waktu pelaksanaan dan derajat kerumitannya, metode ini kurang diminati teman-teman di tingkat sarjana. Maaf saya belum sempat menulis apa-apa tentang Grounded Theory di blog ini, padahal saya sebenarnya paling suka metode ini. Mudah-mudahan nanti saya punya tulisannya. Silakan terus mampir di blog ini.

  9. murad said

    Terima kasih pak putu,saya tunggu deh pencerahan buat saya tentang grounded theory. oh ya pak, sayakan pustakawan PNS daerah yang masih kuliah di UNPAD, namun ingin melanjutkan studi ke australia atau negara lainya tentang ilmu perpustakaan yang melalui beasiswa. Berhubung karena pak putu sudah lama di australia, mohon kiranya bapak ceritakan pengalaman atau memberikan informasi kepada saya tentang alur-alur atau tips2, jika ingin mendapatkan beasiswa untuk studi ilmu perpustakaan di negara kanguru tersebut.

    terima kasih

  10. yan's said

    assalammu’alaikum pak putu

    pak putu mohon bantuan diberikan pencerahan
    pembuatan kerangka pikir tentan informasi layanan pengisian pulsa online (TA)

  11. mencerahkan…

  12. Hi friends, its impressive post about cultureand completely explained,
    keep it up all the time.

  13. I do not even know how I finished up here, however I assumed
    this submit was great. I do not know who
    you’re but definitely you’re going to a famous blogger when you are not already.
    Cheers!

  14. It’s a shame you don’t have a donate button!

    I’d certainly donate to this brilliant blog! I guess for now i’ll settle for bookmarking and adding your RSS feed
    to my Google account. I look forward to new updates and will share this site with my Facebook group.

    Talk soon!

  15. Yanto said

    Malam Pak Putu, saya Yanto (Dosen Ilmu Perpustakaan di UIN Raden Fatah Plg) baru2 ini prodi kami sudah divisitasi, dalam borang tercantum visi yaitu “Menjadi pusat studi ilmu perpustakaan berbasis otomasi …… dst. Yg ingin saya diskusikan kalimat tersebut, menurut saya visi tsb hanya fokus pada penerapan TI pada perpus, sedangkan fokus utama kajian Ilmu Perpustakaan pada sumber2 informasi dan dokumentasi menurut saya cenderung diabaikan. Mohon tanggapan tentang tema Visi prodi Ilmu Perpustakaan tsb. Tq…

Tinggalkan Balasan ke sales coach Batalkan balasan